ISLAM DALAM
BUDAYA JAWA
Hubungan
antara Islam dan budaya Jawa dapat di katakana sebagai dua sisi mata uang yang
tidak dapat terpisahkan, yang secra bersama sama menentukan nilai mata uang
tersebut. Pada satu sisi, Islam yang datang dan berkembang di Jawa di pengaruhi
oleh kultur atau budaya Jawa. Sementara itu sisi kedua , budaya Jawa makin di
perkaya oleh khazanah Islam. Dengan demikian, perpaduan antara keduanya
menampilkan atau melahirkan cirri yang khas sebagai budaya yang singkretis,
yakni Islam Kejawen (agama islam yang bercorak kejawen). Pada titik inilah
terjadi semacam “simbiosis mutualisme” antara Islam dan budya Jawa. Keduanya
(yang kemudian tergabung menjadi satu) dapat berkembang dan di terima
masyarakat Jawa tanpa menimbulkan friksi dan ketegangan. Padahal, antara
keduanya sesungguhnya terdapat beberapa celah yang memungkinkan untuk saling
berkonfrontasi.
Untuk
mengetahui lebih lanjut hal itu, pembahasan tentang Islam dalam budya Jawa di
bagi atas dua sub bab, yakni tentang sekitar masuknya Islam atau islamisasi di
Jawa dan singkretisme antara islam dan budaya Jawa. Sekitar masuknya Islam di
Jawa tersebut di anggap perlu di kemukakan meskipun hanya secara sepintas untuk
melihat sebuah proses sejarah yang panjang sehingga terjadi singkretisasi yang
harmonis.
ISLAMISASI
DI JAWA
Tentang masuknya Islam di Jawa masih terjadi perdebatan. Padahal, seperti
dinyatakan oleh Ricklefs dalam bukunya Sejarah Indonesia Modern (1995:3),
penyebaran agama islam itu merupakan suatu proses yang sangat penting tersebut
justru menjadi sesuatu yang yang paling tidak jelas? Menurut Rickles, hal itu
disebabkan oleh minimnya peninggalan tertulis dan juga sangat informatifnya
sumber sumber yang dapat di peroleh yang menjadi bukti tentang islamisasi di
Jawa. Berkaitan dengan hal tersebut masing masing pakar (sejarawan) memiliki
dasar argumentasi untuk menetapkan kapan kira kira Islam datang di Jawa.
Menurut B.J.O Schrieke, Islam masuk di
Jawa pada tahun 1416 Masehi. Perkiraan ini sangat mungkin di dasarkan atas
berita dari Ma Huan. Pada tahun 1416 Ma Huan, seorang muslim cina, mengunjungi
daerah pesisir Jawa dan memberikan suatu laporan di dalam bukunya yang berjudul
Ying-yai Sheng-lan (peninjauan tentang pantai pantai samudra) yang di tulis
pada tahun 1451. Dalam laporanya disebutkan tentang orang orang islam yang
bertempat tinggal di gersik, termasuk orang orang Islam dari barat
(Arab,Persia, dan Gujarat atau India) atau orang cina (beberapa di antaranya
beragama islam). Hal itu menjadi bukti kongkret bahwa di pusat mapahit ataupun
di pesisir, terutama di kota
pelabuhan, telah terjadi Islamisasi dan terbentuknya masyarakat muslim dari
berbagai ras. Agaknya, pendapat Schrieke ini tidak bertolak belakang pada awal
masuknya Islam di Jawa, tetapi bertolak belakang dengan bukti tentang adanya
proses Islamisasi yang telah berlangsung di Jawa sehingga masyarakat Jawa di
beberapa wilayah tersebut telah membentuk suatru komunitas muslim.
Berbeda
dengan pendapat Schrieke, menurut J.P Moquette, kedatangan Islam di Jawa jauh
lebih awal dari perkiraan tahun tersebut. Hal itu trbukti dengan di temukannya
batu nisan seorang wanita bernama Fatimah binti Maimun di Leran (Gersik) yang
berangka tahun 475 H atau 1082 M. meskipun demikian, hal itu belum berarti
adanya prosese islamisasi di Jawa karena tidak da bukti bukti yang menunjukan
hal itu.
Jadi,
pendapat Moquette tersebut semata mata di dasarkan pada peninggalan paling kuno
yang menyebutkan adanya bukti (orang) Islam telah ada di Jawa. Berkaitan dengan
penemuan batu nisan tersebut Ricklefs (1995:3) pun menyaksikan apakah kuburan
itu benar benar berada di Jawa atau batu itu di angkut dan di letakan di Leran
beberapa waktu sepeninggalan wanita muslim non_Jawa itu karena beberapa alas
an, misalnya sebagai pemberat pada sebuah kapal. Selain itu, meurut Simuh
(1996:2), jejak jejak sejarah yang hanya berupa nama itu belum bias
menggambarkan keadaan agama yang mereka anut dan paham keislamanya.
Demikianlah, karena sejak akhir abad ke 11 hingga abad ke 13 bukti bukti
peninggalan, baik kepurbakalan (prasasti) maupun berita berita dari asing
tentang kedatangan Islam di Jawa masih sangat sedikit, seprti juga di kemukakan
oleh Rickkles, Islamisasi di Jawa belum dapat di ketahui secara pasti. Schierke
mengemukakan ada du kemungkinan masuknya Islam di Jawa, yaitu (1) penduduk
pribumi berhubungan dengan pedagang pedagang dan kemudian menganutnya , (2)
orang orang asing Asia (Arab,India,Cina) yang telah memeluk agama Islam datang
bertempat tinggal secara permanen di Jawa dengan melakukan perkawinan dengan
orang pribumi Jawa.
SINGKRITISME ISLAM DAN
BUDAYA JAWA
Dari pembahasan di depan Islamisasi di Jawa dapat di terima dengan mudah tanpa
adanya pertentangan oleh orang orang atau msyrakat Jawa karena ajaranya yang
berbau mistik (Tasawuf). Dengan kata lain, karena ajaran tasawuf bersifat
supel dan suka berasimilasi menerima aneka ragam tradisi setempat, ajran ini
menarik perhatian masyarakat Jawa. Khusus berbicara tentang Islamisasi di
Indonesia, Aceh (1987:5) menyatakan bahwa para penyebar agama pada awalnya
datang di Indonesia
(Samudra Pasai) telah membawa ajaran tasawuf.
Dalam bentuk tasawuf itu pula agama Islam di sesuaikan dengan struktur social
dan filosofis masyarakat setempat sehingga dengan mudahnya Islam dapat di
terima masyarakat tanpa pertentangan (Buchari, 1971:32). Penerimaan secara
sukarela ini karena adanya keseuaian antara ajaran tasawuf dengan kepercayaan
masyarakat yang bersangkutan. Adapun kesesuaian tersebut adalah adanya paham
bahwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan (wihdatul wujud) (Hadiwijoyo,
1983:74).
Comments
Post a Comment